Homili 4 April 2022: Teruslah bersaksi tentang Kristus

Hari Senin, Pekan Prapaskah V

Dan. 13:1-9,15-17,19-30,33-62

Mzm. 23:1-3a,3b-4,5,6

Yoh. 8:12-20

Teruslah bersaksi tentang Kristus

Saya pernah mendengar kisah hidup para biarawan yang sukses melayani di sebuah daerah terpencil. Konon pada saat itu, Bapa Uskup setempat merasa perlu untuk memanggil tarekat ini supaya mengabdi bagi orang-orang terpinggirkan di keuskupannya. Pimpinan tarekat itu menyambut dengan baik kepercayaan yang diberikan oleh Bapa Uskup, sehingga ia mengutus para konfrater pertama supaya memulai karyanya di tempat terpencil ini. Para pionir mulanya sangat antusias dalam memberi pelayanan khususnya dalam bidang pendidikan disertai katekese sederhana. Lama kelamaan mereka merasa jenuh dengan pelayanannya karena mereka merasa bahwa orang-orang setempat sangat sulit untuk menyerap pendidikan yang diberikan kepada mereka dan sangat sulit untuk berubah. Dalam suasana putus asa itu mereka menyampaikan kepada pimpinan tarekatnya. Pimpinan tarekat menguatkan mereka dengan berkata: “Kamulah yang harus berubah sehingga dapat mengubah orang-orang setempat, dan teruslah bersaksi tentang Kristus, jangan pernah takut dan gentar.” Perkataan pimpinan ini sangat menguatkan hati mereka. Pada akhirnya mereka berubah di dalam diri pribadi dan komunitas, dan dengan sendirinya berhasil mengubah mental orang-orang setempat. Daerah terpencil itu menjadi pusat pendidikan dan pembinaan kaum muda yang maju dan terdepan di keuskupan itu. 

Dalam hidup kita, pasti ada banyak tantangan dan kesulitan yang kita alami dan hadapi. Tentu saja ini adalah hal-hal yang wajar saja bagi manusia, tak ada yang istimewa. Dengan kata lain, semua ini adalah pengalaman manusiawi kita setiap hari. Tinggal saja bagaimana kita berani untuk menghadapinya dan berusaha untuk memenangkannya. Hanya orang yang berani melawan arus, yang bertahan dalam melawan tantangan hidup dapat memenangkan segalanya. Orang-orang seperti itu, dalam konteks iman, mereka dapat terus bersaksi tentang Kristus dalam hidupnya. Saya teringat pada santo Paulus saat sedang menghadapi pengadilannya. Pada suatu malam Tuhan Yesus menampakkan diri kepadanya dan berkata: “Kuatkanlah hatimu, sebab sebagaimana engkau dengan berani telah bersaksi tentang Aku di Yerusalem, demikian jugalah hendaknya engkau pergi bersaksi di Roma.” (Kis 23:11). Paulus menjadi saksi Kristus sampai tuntas. Dia benar-benar saksi yang hebat.

Pada hari ini kita mendengar bacaan-bacaan Kitab Suci yang menguatkan kita untuk menyerupai Yesus yang berani bersaksi tentang diri-Nya. Mula-mula Yesus menegaskan bahwa Dia adalah Terang dunia. Yesus berkata: “Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.” (Yoh 8:12). Yesus menunjukkan diri-Nya sebagai Terang yang mampu melenyapkan kegelapan. Penginjil Yohanes dalam prolognya sudah menulis tentang Yesus sebagai Terang dunia: “Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang dunia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.” (Yoh 1:4-5). Dan Yesus mengharapkan supaya kita menjadi terang bagi dunia dalam perbuatan-perbuatan yang nyata: Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” (Mat 5:14-16). 

Di samping kesaksian sebagai terang dunia, Tuhan Yesus juga bersaksi tentang perutusan-Nya dari Bapa ke dunia. Dia bersaksi tentang Bapa dan Bapa bersaksi tentang Dia sebagai Anak. Yesus sebagai Anak dan Bapa adalah satu. Kaum Farisi saat itu beranggapan bahwa kesaksian Yesus tentang diri-Nya itu tidak benar. Berkaitan dengan hal ini, Yesus membantahnya dengan mengatakan: “Biarpun Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri, namun kesaksian-Ku itu benar, sebab Aku tahu, dari mana Aku datang dan ke mana Aku pergi. Tetapi kamu tidak tahu, dari mana Aku datang dan ke mana Aku pergi. Kamu menghakimi menurut ukuran manusia, Aku tidak menghakimi seorangpun, dan jikalau Aku menghakimi, maka penghakiman-Ku itu benar, sebab Aku tidak seorang diri, tetapi Aku bersama dengan Dia yang mengutus Aku. Dan dalam kitab Tauratmu ada tertulis, bahwa kesaksian dua orang adalah sah; Akulah yang bersaksi tentang diri-Ku sendiri, dan juga Bapa, yang mengutus Aku, bersaksi tentang Aku.” (Yoh 8: 14-18). 

Kalau saja orang-orang Farisi mengimani Yesus maka kesaksian Yesus sebagai Terang dunia dan persekutuan-Nya dengan Bapa tidak akan diganggu gugat. Sayang sekali mereka tidak percaya kepada-Nya, bahkan yang Yesus harapkan supaya mereka percaya kepada pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan Yesus pun tidak mereka lakukan. Dalam hidup setiap hari kita memang perlu bersaksi dan kesaksian kita seharusnya sebuah kesaksian akan kebenaran. Kalau bersumpah dan memberi kesaksian maka berilah kesaksian yang benar karena kesaksian kita dapat menerangi hidup orang lain.

Pada hari ini kita perlu belajar untuk memberi kesaksian yang benar. Sosok Daniel dalam bacaan pertama dan sosok Yesus dalam bacaan Injil menginspirasi kita untuk berani bersaksi dengan berkata benar. Sosok pemberi kesaksian palsu hanya menghancurkan diri sendiri. Maka tepat sekali perkataan ini: “Sesudah dirimu diselamatkan, jadilah saksi Kristus!” Bersaksilah dalam kebaikan bukan kejahatan. Biarkan kesaksian hidupmu membuat orang semakin memuliakan nama Bapa di Surga.

P. John Laba, SDB

Please Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *