Bacaan dan renungan Sabda Tuhan hari Rabu pekan biasa ke-11
16 Juni 2021
Bacaan dibawakan oleh Bruder Joni, SDB dari Komunitas Skolastikat SDB di Jakarta dan renungan dibawakan oleh Pastor Viktor Koten, SDB dari Komunitas SDB di Sumba Barat Daya, NTT.
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius
Dalam khotbah di bukit, Yesus bersabda,
“Hati-hatilah,
jangan sampai melakukan kewajiban agamamu di depan orang, supaya dilihat.
Sebab jika demikian,
kalian tidak memperoleh upah dari Bapamu di surga.
Jadi, apabila engkau memberi sedekah,
janganlah engkau mencanangkan hal itu,
seperti yang dilakukan orang-orang munafik
di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong,
supaya mereka dipuji orang.
Aku berkata kepadamu, ‘Mereka sudah mendapat upahnya.’
Tetapi jika engkau memberi sedekah,
janganlah tangan kirimu tahu apa yang diperbuat tangan kananmu.
Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi,
maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi
akan membalasnya kepadamu.”
“Dan apabila kalian berdoa,
janganlah berdoa seperti orang munafik.
Mereka suka mengucapkan doanya
dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat
dan pada tikungan-tikungan jalan raya,
supaya mereka dilihat orang.
Aku berkata kepadamu, ‘Mereka sudah mendapat upahnya.’
Tetapi jikalau engkau berdoa,
masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu,
dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi.
Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi
akan membalasnya kepadamu.
“Dan apabila kalian berpuasa,
janganlah muram mukamu, seperti orang munafik.
Mereka mengubah air mukanya,
supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa.
Aku berkata kepadamu,
‘Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.’
Tetapi apabila engkau berpuasa,
minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu,
supaya jangan dilihat orang bahwa engkau sedang berpuasa,
melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi.
Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi
akan membalasnya kepadamu.”
Demikianlah Injil Tuhan.
Tema renungan kita pada hari ini ialah: Pencitraan Rohani. Di dalam satu keluarga ketika dalam suatu acara, ada instruksi untuk memamerkan prestasi. Pameran dimulai dari Ayah, yang memajang di dinding titel akademik dan piagam pengalaman kerja di berbagai perusahaan besar dan ternama. Berturut-turut ketiga anak memajang juga gelar sarjana, pasca-sarjana dan doktor di bidangnya masing-masing.
Kini giliran terakhir ialah ibu. Ia sama sekali tidak merasa kecil dan malu lantaran sekolahnya hanya sampai SMA, lalu pengalaman kerjanya adalah ibu rumah tangga. Statusnya ialah istri bagi suami dan ibu bagi anak-anak. Ia mengambil dari kamar surat nikah dan surat baptis ketiga anaknya lalu memajang juga di dinding. Melihat itu, bapak dan ketiga anaknya hanya diam dan tidak berani berkata-kata tentang pameran itu.
Keluarga itu sedang melakukan pencitraan. Yang dilakukan oleh Bapak dan ketiga anak ialah suatu pencitraan untuk pembuktian diri bahwa mereka sangat hebat dalam prestasi. Di balik pembuktian ini ada intensi untuk menunjukkan diri terbaik atau terhebat daripada orang lain. Hal ini sangat sesuai dengan sifat dasar manusia turunan dari kodrat manusia. Yesus memberikan peringatan bahwa pencitraan diri untuk menyombongkan diri, mendapatkan pujian, meraup keuntungan jasmani dan rohani, bahkan untuk merendahkan sesama adalah dosa. Ini adalah gaya hidup farisi.
Yang dilakukan si ibu ialah sebuah pencitraan rohani, yaitu menghadirkan apa yang jauh lebih penting dan tinggi daripada capaian tambahan yang menempel pada yang utama. Tuhan Yesus menghendaki supaya hidup keagamaan dan ungkapan iman kita mengutamakan relasi dengan Tuhan. Di luar sebuah relasi dengan Tuhan ialah sekedar pengutamaan diri dan pemuasan keinginan duniawi saja. Sebuah citra atau personalisasi diri secara rohani pada hakikatnya ialah tidak kelihatan, maka biarlah ia beroperasi dalam keadaan tidak kelihatan.
Jadi yang berada di dalam diri dan tidak kelihatan ialah sebuah bangunan rohani dalam wujud relasi yang kuat dengan Tuhan, yang mewujud keluar melalui doa, berpuasa, bermati raga, dan beramal. Sebaliknya, sikap farisi ialah hanya wujud luar untuk ditampilkan dan dilihat orang lain sementara di dalam diri tidak ada bangunan rohani. Mereka lebih mementingkan pencitraan jasmani. Santo Paulus dalam surat keduanya kepada jemaat di Korintus memberikan contoh pencitraan rohani dalam bentuk pemberian atau kerelaan yang murah hati dan rendah hati. Pencitraan rohani mengarah kepada kebesaran dan kemuliaan Tuhan, dan bukan untuk kepentingan dan penonjolan diri manusia.
Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa… Ya Tuhan, semoga dalam tutur kata dan perbuatan kami, hanya kemuliaan-Mu yang diutamakan dan tidak pernah untuk kemuliaan dan kejayaan kami. Salam Maria penuh rahmat … Dalam nama Bapa …