Bacaan dan renungan Sabda Tuhan hari Rabu pekan biasa ke-21; 29 Agustus 2018; peringatan wafatnya Yohanes Pembaptis. Yeremia 1,17-19; Markus 6,17-29. Suara: Bernardinus sdb.
Tema renungan kita pada hari ini ialah: Nampaknya Kebenaran Tak Berdaya. Kisah hidup Yohanes Pembaptis layak menjadi sebuah drama atau sinetron yang coraknya adalah terjun dari singgasana yang cemerlang ke dasar yang sangat gelap. Sedikit perbandingan, kisah Yesus dari Nasaret justeru lebih tragis karena bermula dari kelahiran yang paling memalukan dan berakhir memalukan juga dengan wafat di salib. Keduanya adalah tokoh-tokoh utusan Allah yang amat penting dalam pertumbuhan iman orang-orang yang percaya.
Mereka adalah utusan-utusan Allah dengan membawa misi kebenaran mutlak dari Tuhan. Namun untuk membuat supaya pesan kebenaran itu dapat menguasai seluruh bumi dan setiap hati manusia, kedua profil utama pembaharu semesta ini harus menghadapi rintangan yang luar biasa. Khususnya, Yohanes Pembaptis yang tugasnya untuk menyiapkan jalan bagi datangnya Yesus Kristus, mati demi kebenaran atau persisnya demi Yesus Kristus merupakan pilihan yang paling tepat. Jika ia tidak berkorban demi tujuan itu, ia tidak dapat menjadi pembawa dan pembela kebenaran yang diharapkan.
Ada bocah laki-laki, usia anak SD, di Afrika bekerja membantu bapak dan ibunya membuat batu bata. Ia bahkan relakan waktu bermainnya dan ketika kedua orang tuanya lelah dan perlu beristirahat, supaya membuat batu bata sebanyak yang ia mau. Seorang pejabat pemerintah bersama sepasang anaknya lewat di tempat itu dan anak-anaknya membuang sisa makanan persis di samping bocah pembuat bata tersebut. Sang bocah langsung berseru kepada pejabat itu: “Ajarkan anak-anakmu hidup yang benar, jika tidak mereka akan melanjutkan kesalahan seperti yang dilakukan orang tuannya.”
Teguran bocah pembuat bata itu sama kerasnya dengan teguran Yohanes Pembaptis kepada raja Herodes. Mareka berani melawan yang tidak benar yang dilakukan oleh orang-orang yang buta hati dan budinya tentang kebenaran dan kebaikan. Jika pihak yang menerima teguran itu dalam disposisi batin dan pikiran yang positif maka ada kemungkinan untuk perubahan pada sikap dan gaya hidup mereka. Tetapi jika mereka yang buta hati dan budi itu tidak mampu memandang setiap teguran dan kritikan secara positif, mereka akan melawannya secara brutal. Akibatnya ialah seperti yang dialami oleh Yesus dan Yohanes Pembaptis.
Dalam standar logika, kebenaran dan penegakannya tidak berdaya di hadapan kekuasaan duniawi yang penuh kejahatan. Tetapi jika Yesus dan Yohanes Pembaptis bisa melawannya, kita juga mesti dapat melakukan yang sama. Karena pada akhir perjuangan itu, kebenaranlah yang akan menang.
Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa… Ya Allah, semoga kami tanpa kompromi mengikuti teladan Yohanes Pembaptis dalam mempertahankan kebenaran dan mewartakan itu tanpa lelah kepada semua orang. Salam Maria… Dalam nama…