Renungan hari Rabu, 13 November 2024.
Kawan-kawan muda sekalian,
Bacaan Injil hari ini (Luk.17:11-19) menyajikan cerita Tuhan Yesus menyembuhkan 10 orang kusta. Orang-orang ini pada mulanya berdiri agak jauh dan berteriak, “Yesus Guru kasihanilah kami!” Tuhan Yesus lalu memandang mereka dan berkata, “Pergilah, dan perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam.” Ending dari kisah ini adalah hanya satu orang yang kembali kepada Yesus untuk mengucapkan syukur atas rahmat kesembuhan yang diperolehnya.
Kita juga sangat relate dengan kisah ini, entah sebagai pelaku atau pun korban kurangnya rasa terima kasih. Bahkan banyak kali terjadi dalam doa-doa dan relasi kita dengan Tuhan. Saat sedang putus asa dan butuh bantuan, kita cepat-cepat meminta dengan harapan segera terkabul. Namun saat tidak ada kesulitan dan hidup terasa mudah, kita cenderung lupa bersyukur dan berdoa. Dengan demikian, pesan bacaan Injil hari ini menjadi jelas, kita diajak untuk melihat kembali relasi kita dengan Tuhan. Apakah Tuhan hanya kita dekati sejauh manfaat? Jika sudah “tidak bermanfaat” kita lalu gampang sekali lupa berdoa? Meski demikian, banyak juga orang yang tahu berterima kasih dan bersyukur, salah satu contohnya adalah St. Artemide Zatti.
Santo Zatti adalah seorang bruder Salesian yang mengalami mukjizat penyembuhan dan melaksanakan nazarnya. Kisahnya bermula ketika ia bersama keluarganya menjadi imigran dari Italia ke Argentina. Dari perjumpaannya dengan para missionaris Salesian, ia lalu masuk seminari untuk memulai proses pembinaan menjadi Bruder. Pada tahun 1900 inilah ia terserang penyakit Tuberkulosis (TBC), yang pada waktu itu masuk kategori mematikan karena belumditemukan obatnya. Ketika berdoa di hadapan Bunda Maria, Ia berjanji untuk mendedikasikan dirinya pada orang miskin apabila mendapatkan kesembuhan dari Tuhan. Secara ajaib ia sembuh total dan ia memenuhi janjinya dengan mendedikasikan diri untuk pelayanan pada orang sakit dan miskin siang dan malam. Ia lalu membuka klinik dan rumah sakit sederhana untuk merawat orang sekitar yang sakit. Ia sangat dicintai oleh para pasien karena kemurahan hatinya, ia meluangkan banyak waktu untuk duduk dan mendengarkan para pasien yang seringkali kesepian. Banyak dari mereka mengaku bahwa mereka sembuh bukan saja karena obat, tetapi karena pelayanan penuh kasih yang tulus dari Bruder Zatti.
Seperti Bruder Zatti, kita diajak untuk tahu berterima kasih dan terbuka untuk berbagi–menolong mereka yang susah dan butuh bantuan kita.
By: Bruder Umbu, SDB