Menggapai hidup baru yang bermakna

Sebuah permenungan Natal oleh: P. John L. Tolok SDB

Lagu-lagu Natal sedang sama-sama kita dengar saat berada di rumah, di toko, di dalam mobil bahkan di dalam pesawat pun kita masih mendengar instrumentalia lagu-lagu natal klasik. Ucapan selamat merayakan Natal 2018 sedang sama-sama kita terima dari keluarga, rekan-rekan sejawat dan pribadi-pribadi lain yang mengenal kita secara pribadi. Setiap ucapan selamat Natal kepada kita selalu ditambahi aneka pesan dan kesan, juga harapan yang terbaik yang boleh kita terima sebagai rahmat dan kasih karunia dari Tuhan. Mungkin saja banyak di antara kita hanya berhenti pada rutinitas Natal setiap tahun, padahal Natal bukan semata-mata seperti itu. Natal adalah tanda solidaritas Allah dengan manusia yang lemah dan berdosa. Natal adalah tanda empati Allah dengan manusia yang percaya kepada-Nya. Natal haruslah membantu setiap pribadi untuk membangun rasa solidaritas dan rasa empati dengan sesama manusia, terutama dengan mereka yang kurang beruntung. Natal yang indah adalah ketika semua orang merasakan hidup baru di dalam Tuhan Yesus Kristus.

Membangun kesadaran baru

Marilah kita membaca tanda-tanda zaman. Pada saat ini banyak saudari dan saudara di berbagai belahan bumi mengalami bermacam-macam kesulitan. Ada yang mengalami kemiskinan yang ekstrim akibat pergolakan sosial, politik dan ekonomi. Issue agama menjadi kuda tunggangan bagi suasana politik, ekonomi dan sosial. Orang dapat bersaudara secara semu, dalam arti meskipun agamanya berbeda tetapi karena kiblat politiknya sama maka mereka menjadi saudara untuk sementara waktu. Dampaknya adalah mereka yang salah tetap dipertahankan dan yang benar diabaikan. Anak-anak di bawah umur harus bekerja keras meskipun mereka belum masuk dalam golongan dan usia kerja. Dalam situasi yang sama, perhatian kepada kesejahteraan kaum buru dan para pekerja semakin kurang. Kekerasan di dalam keluarga dan masyarakat sampai ke titik yang paling ekstrim yakni krisis cinta kasih dalam keluarga. Banyak keluarga berada di ambang kehancuran. Perasaan berdosa sudah semakin suram. Sebab itu orang tidak segan-segan dan tidak merasa malu untuk tidak mengormati dan menghargai individu di ruang publik. Media-media sosial bukan mempersatukan melainkan menghancurkan kehidupan individu. Bagi saya, ini adalah beberapa tanda zaman yang perlu kita renungkan dalam konteks merayakan Natal secara baru dan berusaha untuk mengentaskan tanda-tanda zaman ini.

Saya menemukan salah seorang sosok terbaik yang dapat mengubah mindset dunia saat ini. Dia adalah Paus Fransiskus, gembala kita. Dalam pesan Natalnya pada tahun 2016 yang lalu, ia mengatakan: “Perayaan Natal tahun ini (2016) seharusnya dimaknai dengan meningkatkan kepedulian terhadap orang-orang yang sedang diliputi kesedihan.” Maksud Paus adalah perayaan Natal bukan hanya menggambarkan rasa senang dan bahagia sekelompok orang saja tetapi Natal lebih merupakan sebuah perayaan atas ungkapan rasa solidaritas dan empati antar individu atau pribadi manusia. Mengapa? Sebab Natal merupakan ungkapan rasa solidaritas dan empati Allah Tritunggal Mahakudus kepada manusia yang berdosa. Dalam kesempatan yang sama, Paus Fransiskus juga mengatakan: “Jangan sampai kita terlalu memikirkan hadiah Natal namun acuh kepada orang yang termarjinalkan. Sifat materialistis telah menyandera kita pada Natal kali ini. Kita harus mampu membebaskan diri kita (dari belenggu tersebut). Kata-kata sederhana dari Paus Fransiskus membangun kesadaran baru bagi kita semua dalam memaknai Natal. Jadi Natal bukan kesempatan untuk berhura-hura. Natal adalah kesempatan untuk bersolidaritas dan berempati dengan sesama manusia sama seperti yang sudah dilakukan Tuhan Allah dalam diri Yesus Kristus. Natal membantu kita untuk menggapai hidup baru yang bermakna, yang semakin solider dan berempati.

Hidup baru yang bermakna

Saya harus mengatakan begini: “Marilah kita melawan lupa”. Mengapa saya mengatakan demikian? Anda, saya dan kita semua seakan lupa bahwa Tuhan Yesus lahir dalam sebuah keluarga yang sederhana. Ia memiliki seorang ibu namanya Maria dan Yusuf ayah-Nya. Maria adalah seorang wanita kudus dan suci hatinya dari Nazaret. Ia bukanlah seorang wanita karier seperti wanita lain pada zamannya. Yusuf adalah seorang pria berhati tulus dan jujur dari Nazaret, yang bekerja sebagai tukang kayu. Tuhan memilih kedua sosok ini menjadi orang tua, ibu dan ayah bagi Yesus Kristus. Tuhan memang tidak salah memilih mereka!

Di dalam keluarga kudus dari Nazaret ini, peristiwa inkarnasi, Sabda menjelma menjadi manusia menjadi nyata. Dengan misteri inkarnasi ini, kita mencapai kesadaran iman bahwa Yesus juga lahir di dalam keluarga kita masing-masing. Ia lahir dan tinggal dalam diri kita secara pribadi dan di dalam keluarga kita. Sebab itu Natal menjadi peristiwa iman masa kini dan sifatnya adalah membaharui sekaligus memberi hidup baru yang bermakna bagi setiap pribadi di dalam keluarga. Artinya, seorang ibu haruslah menjadi seorang ibu terbaik seperti Maria yang mengandung Yesus dan melahirkan-Nya. Seorang ayah haruslah menjadi ayah yang terbaik seperti Yusuf yang tulus hati dan jujur karena memelihara Yesus. Seorang anak haruslah menjadi serupa dengan Yesus yang taat kepada Maria dan Yusuf orang tuanya. Hanya keluarga katolik seperti inilah yang memiliki hidup baru yang bermakna dalam Yesus Kristus.

Untuk menggapai hidup baru yang bermakna dalam diri pribadi dan keluarga maka kita perlu kembali kepada semangat Natal yang sebenarnya. Sebuah Natal yang putih (white Christmas) menandakan kekudusan setiap orang beriman. Untuk itu, ada beberapa tanda yang dapat membuat Natal kita menjadi putih, sebuah natal yang benar-benar membaharui hidup kita:

Pertama, Natal adalah sebuah pengalaman akan cahaya yang terang benderang. Nabi Yesaya mengatakan: “Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; terang telah bersinar atas mereka di negeri kekelaman.” (Yes 9:1). Yohanes menyadari terang yang benar maka Ia mengatakan: “Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan tidak menguasainya” (Yoh 1:5). Pertanyaan penting di sini bukan apakah terang itu melainkan siapakah terang itu? Yesus adalah Terang dunia (Yoh 8:12; 9:5). Maka hidup baru yang bermakna bagi kita adalah sikap bathin untuk menerima Terang dan berusaha untuk menjadi terang bagi sesama (Mat 5:14).

Kedua, Natal adalah sebuah pengalaman rohani akan kasih karunia Allah yang nyata di dalam diri Yesus Kristus. Santu Paulus mengatakan kepada Titus: “Saudaraku terkasih, sudah nyatalah kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia” (Tit 2:11). Bagi Paulus, kasih karunia Allah itu mendidik kita untuk menjadi baru. Artinya, kita meninggalkan hidup lama yang penuh dengan dosa dan salah dan menggapai hidup baru yang bermakna dalam Yesus Kristus. Natal membaharui kita karena pertobatan yang radikal yang kita miliki.

Ketiga, Natal menjauhkan kita dari rasa ketakutan manusiawi. Kita masing-masing pernah dikuasai oleh ketakutan karena pengalaman kegelapan, dosa dan salah yang menguasai kita. Hidup baru yang bermkan dapat dibangun dengan rasa optimisme. Kita belajar dari para malaikat yang mengatakan kepada para gembala: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: hari ini telah lahir bagimu Juru Selamat, yaitu Kristus Tuhan di kota Daud.” Natal membawa sukacita yang bermakna dalam hidup kita dan menyingkirkan segala ketakutan manusiawi kita.

Keempat, Natal membantu kita untuk semakin solider dan empati dengan sesama manusia. Rasa solidaritas dan empati untuk membangun sebuah dunia yang penuh keutuhan dan kedamaian. Saya mengingat St. Yohanes Paulus II. Ia pernah memberi pesan Natal pada tahun 2003 silam begini: “Sudah terlalu banyak darah yang membasahi dunia ini. Aksi kekerasan dan konflik berkepanjangan juga mengakibatkan bangsa-bangsa di dunia sulit untuk hidup berdampingan dengan damai. Maka seluruh warga dunia harus mengingat hakikat perdamaian. Perdamaian jugalah yang menjadi salah satu makna penting dari peristiwa kelahiran Yesus Kristus.” Penerusnya yaitu Paus Fransiskus pada tahun yang lalu memanggil kita untuk membangun rasa solidaritas dengan kaum migran dan pengungsi. Baginya, Gereja Katolik harus merangkul para migran dan pengungsi. Saya yakin bahwa pesan ini masih aktual bagi kita semua di negeri ini yakni membangu keutuhan dan kedamaian sejati.

Natal itu indah ketika kita memperlakukan manusia sebagai sesama yang terbaik. Natal itu bermakna ketika kita semua hidup dalam suasana yang harmonis karena ada rasa solidaritas dan empati yang kita miliki dalam kebersamaan sebagai sesama manusia. Natal mengubah hidup lama menjadi baru dalam Kristus karena terang-Nya yang menghalau segala kegelapan hidup kita, sebuah kasih karunia yang membaharui dan menjauhkan dari rasa takut. Natal adalah keutuhan dan kedamaian yang membuat kita benar-benar menjadi anak-anak Allah. Harapan baru bagi kita tahun ini adalah menggapai hidup baru yang bermakna dalam Kristus yang lahir bagi kita.

Selamat Natal 25 Desember 2018 dari Dili Timor Leste.

Please Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *