Seri pemikiran Don Bosco – 1 oleh P. John L. Tokok SDB
Seorang ibu pernah membagikan pengalamanannya ketika berhadapan dengan anaknya yang sulit diatur. Ia merasa bahwa ada perubahan besar di dalam diri anaknya. Ketika masih kecil dia adalah seorang anak yang bertipe penurut dan menyenangkan. Sekarang ini ia beranjak remaja, dan kelihatan ia lebih memilih untuk selalu bersama-sama dengan peer groupnya dari pada bersama kedua orang tuanya. Kemampuan untuk membangun relasi antar pribadi sebagai orang tua dengan anak makin sulit karena setiap perkataan yang diucapkan oleh orang tua selalu dibantahnya. Ia lalu berpikir: “Apa yang salah dengan pendampingan kami sebagai ibu dan ayahnya sebagai orang tuanya selama ini?” Semua yang dibutuhkan pasti selalu ada usaha untuk membantunya.
Ternyata pengalaman ibu di atas juga mirip dengan pengalaman seorang guru yang sedang memasuki masa pensiunnya. Ia mengatakan bahwa para siswa tempo doeloe mudah diatur. Tidak ada kesulitan yang besar ketika berhadapan dengan mereka. Pada zaman ini ternyata para siswa lebih maju dalam berbagai hal karena kemajuan ilmu dan teknologi. Mereka mendapat tambahan pengetahuan yang begitu luas dari Mr. Google dan kawan-kawannya. Mereka juga mendapat tambahan pelajaran dari para guru privat. Sebab itu pertemuan di dalam kelas dalam proses belajar mengajar mengandaikan persiapan dan kreativitas para guru yang baik. Tanpa semua ini maka para guru akan mengalami stress dan depresi berhadapan dengan para siswa yang lebih maju pengetahuannya.
Saya mendengar dengan penuh perhatian ibu yang mewakili orang tua dan seorang guru senior ini. Saya juga ikut memikirkan pengalaman hidup saya sebagai imam. Bayangan saya adalah para imam zaman doeloe mungkin merasa cukup mempelajari filsafat dan teologi lalu melayani umat setelah ditahbiskan sebagai imam. Para imam zaman sekarang akan merasa tertinggal jauh dari umat yang jauh lebih menguasai ilmu pengetahuan dan tekonologi. Kaum awam sudah mempelajari filsafat dan teologi maka secara akademis sama. Maka kalau pastornya tidak update dirinya, ia akan mengalami kesulitan dalam berelasi dengan umatnya.
Apakah kesulitan-kesulitan ini dapat diatasi? Jawabannya adalah ya, pasti dapat diatasi. Para orang tua, para guru dan siapa saja yang berkehendak baik untuk mendidik orang-orang muda perlu berusaha untuk memberi segalanya, menyiapkan segalanya bagi mereka. Don Bosco yang dikenal sebagai “Bapa, Guru dan Sahabat” anak-anak dan kaum muda pernah menulis isi hatinya tentang mencintai kaum muda: “Bagi kalian saya belajar, bagi kalian saya bekerja, bagi kalian saya hidup, bagi kalian saya siap menyerahkan seluruh hidup saya”. Prinsip Don Bosco ini ditambah dengan kehadirannya yang aktif di tengah-tengah kaum muda mampu mengubah hidup mereka menjadi lebih baik dari hari ke hari.
Bagaimana dapat mendidik dengan hati? Belajar dari kehidupan Don Bosco sendiri maka ada beberapa hal yang ia lakukan untuk memenangkan jiwa orang muda. Pertama, Don Bosco itu sangat menghargai kaum muda. Ia melihat dalam diri kaum muda, nilai-nilai kehidupan manusiawi dan ilahi. Ia berbicara dengan mereka dari hati ke hati karena mengenal mereka secara pribadi. Kedua, Don Bosco itu sangat berempati dengan kaum muda. Ia hidup bagi kaum muda. Sebab itu apa yang dibutuhkan untuk keselamatan kaum muda yang miskin adalah harga mati. Ketiga, Don Bosco itu selalu siap untuk mendengar. Ia hadir secara aktif, mendengar persoalan mereka dan membantu mereka untuk keluar dari persoalan mereka. Keempat, Don Bosco berbicara dengan kata-kata dan bahasa yang jelas. Dengan demikian anak-anak yang mendengarnya mudah mengerti dan melakukannya dengan baik. Kelima, Don Bosco itu rendah hati. Kebajikan yang sama diajarkannya kepada anak-anak dan kaum muda supaya mereka tetap rendah hati. Kelima hal ini dapat dilakukan dengan baik dan memenangkan hati anak-anak dan kaum muda.
Saya mengakhiri seri pemikiran Don Bosco ini dengan mengutip perkataannya: “Tanpa rasa percaya diri dan cinta, tidak mungkin ada pendidikan sejati. Jika anda ingin dicintai, pertama-tama anda mesti mencintai dirimu sendiri, selanjutnya biarkanlah anak-anakmu merasa bahwa engkau memang mencintai mereka.” Mari kita belajar dari Don Bosco supaya mendidik anak-anak dan kaum muda dengan hati. Hanya dengan demikian pendidikan sejati dapat terlaksana dengan baik.
Prinsip kita hari ini: sebagai pembina anak-anak dan orang muda maka marilah kita membiarkanlah anak-anak dan kaum muda merasa bahwa mereka memang dikasihi secara pribadi.
Viva Don Bosco