Bacaan dan renungan Sabda Tuhan hari Minggu Biasa ke-22; 2 September 2018. Ulangan 4,1-2.6-8; Yakobus 1,17-18.21b-22.27; Markus 1,1-8.14-15.21-23. Suara: Peter sdb
Renungan kita pada hari Minggu Biasa ke-22 ini bertema: Berpegang Kepada Tuhan. Pernyataan dari tema ini bisa dipahami dari dua sudut pandangan. Dari pihak Tuhan merupakan suatu perintah, seperti yang dikatakan oleh Musa kepada umat Israel dalam bacaan pertama: berpegang pada perintah Tuhan. Kalau dari pihak manusia, ajakan atau dorongan merupakan cara yang paling baik karena kita wajib menghargai kebebasan orang lain. Seseorang bisa saja memilih untuk berpegang pada sesuatu atau pribadi lain yang bukan Tuhan.
Baik perintah Tuhan maupun ajakan untuk berpegang kepada Allah merupakan penegasan atas pilihan utama panggilan kita. Ada dua pilihan, seperti yang dikatakan oleh kitab Kebijaksanaan: pilih hidup atau mati. Jika pilihan untuk kehidupan baik di bumi ini maupun nantinya di akhirat, Allah sudah memberikan ajaran-Nya bahwa berpegang kepada-Nya merupakan pilihan yang tepat. Yesus Kristus sudah tetap dan final sebagai jalan karena pilihan itu. Namun jika pilihannya ialah kematian, sama saja dengan seseorang yang memilih jalur atau jalan di luar Tuhan.
Untuk membuat pilihan yang benar dan tepat, yaitu melalui berpegang kepada Tuhan, pada hari ini Sabda Tuhan memberikan kita satu syarat amat penting. Syarat itu ialah memiliki hati yang baru. Hal ini tidak punya kaitan dengan organ tubuh hati atau jantung. Hati yang baru merupakan seorang pribadi yang baru. Musa tegas meminta supaya dalam berpegang kepada Tuhan, orang-orang beriman selalu dalam semangat pembaharuan diri, teristimewa pembaharuan ketaatan dan kesetiaan mereka kepada perintah-perintah Allah.
Mereka diminta untuk tidak mengurangi dan menambah hukum Allah yang sudah final. Pembaharuan diri menutut supaya orang-orang yang percaya kembali menegaskan komitmennya untuk menghormati dan mengindahkan hukum Allah. Mungkin dalam satu dan lain cara kita pernah begitu ambisius dan sombong sehingga hukum Tuhan itu dilebih-lebihkan oleh karena kita mempunyai kepentingan pribadi tertentu. Bisa saja praktek agama dan iman dibuat sedemikian supaya ada keuntungan materi di balik itu.
Mungkin juga orang sengaja untuk mengurangi aturan atau kebijakan tertentu, dalam kegiatan iman pribadi maupun bersama, demi suatu maksud yang duniawi dan individual. Maka terhadap semua kecenderungan yang pragmatis ini, Yesus dengan sangat tegas menolak niat jahat orang-orang yang ingin meremehkan hukum Tuhan. Sikap iman tidak boleh setengah-setengah saja: penampilan oke tetapi isinya sangat busuk dan jelek. Kita diminta oleh Santo Yakobus bukan sekedar sebagai pendengar firman, tetapi juga pelaku yang aktif dan terlibat. Sikap iman yang penuh berarti kita sungguh berpegang kepada Tuhan.
Marilah kita berdoa. Dalam nama Bapa… Ya Allah, semoga perayaan pada hari minggu ini membawa berkat melimpah bagi kami. Kemuliaan… Dalam nama…