Renungan hari Selasa, 22 April 2025; hari kedua oktaf Paskah
Sahabat muda yang terkasih…
Mari kita hening sejenak dan menghaturkan doa untuk mendiang Paus Fransiskus yang telah berpulang. Berita berpulangnya Bapa Suci yang terkasih menempatkan kita pada perasaan yang campur aduk, ada sukacita Paskah namun ada kesedihan karena ditinggalkan oleh sosok yang menjadi panutan hidup beriman kita. Di atas semuanya itu, saya menganjurkan kita untuk berterima kasih kepada Tuhan karena penyertaan-Nya dengan mengirimkan Paus Fransiskus sebagai bagian dari sejarah hidup kita melewati masa-masa penuh pergolakan dan tantangan (seperti ketika dilanda badai Covid-19).
Masa Oktaf (delapan hari perayaan) Paskah adalah waktu yang penuh sukacita karena kita merayakan kemenangan Kristus atas maut. Namun, di tengah hiruk-pikuk dunia digital yang semakin canggih dimana kita sering posting konten bernuansa religius dan bermakna, muncul satu pertanyaan reflektif:
Apakah kita sungguh mencari Yesus yang bangkit, atau justru lebih tertarik dengan yang viral dan mencari trending di media sosial?
Bacaan Injil hari ini (Yohanes 20:11-18) menampilkan sosok Maria Magdalena yang luar biasa setia. Di saat para murid lainnya sudah pulang ke rumah, Maria tetap tinggal di dekat makam Yesus. Ia menangis. Kita akan lebih relate dengan dia kalau kita membayangkan situasi kita kehilangan sosok pahlawan, sosok teladan seperti Paus Fransiskus dan tiga hari kemudian kita menemukan kuburnya sudah “dilecehkan”, kita pasti akan sangat sedih. Maria yang berduka tetap mencari, walaupun tidak tahu harus berharap pada apa. Kesetiaan ini menjadi kunci perjumpaannya dengan Yesus yang bangkit. Ketika Yesus memanggil namanya, “Maria!”, ia langsung mengenal suara itu. Sebuah momen emosional dan penuh sukacita. Dia berusaha memeluk kaki Tuhan agar tidak pergi lagi, ia ingin kebahagiaan ini berlangsung selamanya. Kita pun akan demikian, akan berusaha memeluk erat sosok yang begitu kita sayangi saat ia kembali bersama kita.
Kisah sapaan Tuhan ini mengajarkan kepada kita bahwa Tuhan tidak memanggil dalam keramaian, tetapi dalam keheningan yang lahir dari kesetiaan.
Dalam dunia yang serba cepat, penuh dengan notifikasi, algoritma, dan FYP, suara Tuhan bisa dengan mudah tenggelam. Maka, pertanyaannya bagi kita orang muda Katolik: apakah kita masih punya waktu untuk diam dan mendengar-Nya? Sebagai orang muda Katolik zaman sekarang, kita perlu membangun relasi personal dengan Yesus yang bangkit. Kita tidak dipanggil hanya untuk menjadi konsumen konten rohani, tetapi menjadi pewarta, menjadi saksi. Tuhan Yesus juga berpesan demikian kepada Maria Magdalena, agar ia tidak berhenti pada rasa bahagia karena bertemu Tuhan, melainkan terus menjadi pewarta kebangkitan (pertama-tama memberitakannya kepada para rasul dan murid).
Ada momen dimana kita begitu merasa damai ketika berdoa, nyaman mendengarkan renungan yang mendalam, dan bahagia karena mengetahui bahwa kita memeluk iman yang benar, tapi hendaknya kita tidak berhenti pada situasi ini, melainkan berusaha mewartakannya agar orang lain juga bisa mengalami kedamaian yang sama.
Yesus tidak akan mengirim notifikasi ke ponselmu, tetapi Ia tetap memanggil namamu di dalam hatimu. Maka, mari belajar dari Maria Magdalena. Tinggallah di dekat Tuhan. Menangislah kalau perlu. Tunggulah meski gelap. Karena dalam kesetiaan itu, kita akan mengalami perjumpaan pribadi yang mengubah hidup. Di masa Paskah ini, mari kita bangkit bersama Kristus—dalam iman, dalam kasih, dan dalam kesaksian hidup. Jadikan setiap aktivitas, termasuk di dunia maya, sebagai kesempatan untuk mencintai dan mencari Yesus. Jangan cuma cari FYP, cari Yesus. Jangan cuma jadi viral, jadilah pewarta. Kristus bangkit, sungguh Dia bangkit. Maka, bangkitlah juga semangatmu sebagai murid-Nya!
By: Br. Bojes, SDB